Hari Raya Galunganmerupakan perayaan besar umat Hindu Bali. Perayaan yang dilakukan setiap 210 hari sekali tersebut memiliki perhitungan berdasarkan wuku. Banyak fakta menarik yang wajib kamu tahu tentang Hari Raya Galungan.
Kami mengulas banyak fakta tentang Galungan, mulai dari upacara, tips wisata ke Bali, tradisi hingga resep makanan yang identik dengan hari raya tersebut. Guru Besar Pariwisata Universitas Udayana, I Gede Pitana, mengatakan, Hari Raya Galungan memiliki serangkaian upacara yang panjang. Dimulai dari 35 hari sebelum Galungan, masyarakat Bali melakukan upacara di kebun. Mereka berdoa agar hasil kebun bagus.
Selanjutnya, umat Hindu Bali juga memiliki rangkaian upacara di hari ke 6 sebelum Galungan yang dinamakan dengan sugihan jawa . Masyarakat Hindu Bali dalam upacara tersebut juga akan mulai membersihkan pura, baik itu pura pura di pedesaannya atau pura keluarga yang terletak di pekarangan rumah masing masing. Selanjutnya, mereka akan lanjut melakukan sembahyang untuk menyucikan dan membersihkan diri.
Lalu masih banyak lagi acara, seperti membuat makanan, memasang penjor , menyiapkan daging, mengunjungi pura bersama untuk sembahyang hingga mengarak barong. Saat perayaan Hari Raya Galungan dan Hari Raya Kuningan, pura di Bali akan dipenuhi oleh umat Hindu. Melihat hal ini, berkunjung ke Bali saat hari perayaan tersebut mungkin akan terkesan menarik.
Sebab, kamu bisa memotret beberapa aktivitas yang dilakukan oleh umat Hindu Bali saat merayakan Galungan dan Kuningan di pura. Meski begitu, kamu perlu ingat bahwa kegiatan tersebut bersifat keagamaan. Jika ingin berkunjung dan memotret perayaan Galungan dan Kuningan di pura Bali, ada baiknya kamu tetap mematuhi peraturan yang ada. Beberapatips wisata di Balisaat Galungan dan Kuningan yang telah Kompas.com rangkum, Jumat (14/2/2020), seperti cari kenalan orang Bali,datangi pura yang tidak di tempat wisata, jaga sopan santun, gunakan pakaian tertutup.
Kemudian, jangan sentuh sesajen dan tidak memotret terlalu dekat. Hari Raya Galungan tidak menghentikan aktivitas pariwisata di Bali, melainkan perubahan sedikit waktu operasional. Ketua Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) Bali I Nyoman Nuarta mengatakan, toko toko seperti suvenir atau pasar biasanya akan buka pukul 11 pagi dan tutup pada 10 malam.
"Biasanya kan mereka buka dari jam sembilan pagi," kata Nuarta, Jumat (14/2/2020). Oleh karena itu, lanjut Nuarta, kondisi sepinya Bali dari masyarakat lokal saat perayaan Galungan hanya terjadi pada pagi hari. Sebab, masyarakat pergi beribadah terlebih dahulu sebelum bebisnis seperti biasa. Kendati demikian, Nuarta mengatakan, terdapat beberapa tempat wisata yang tetap buka dengan jam operasional yang sama. Selain itu, untuk sektor pariwisata, masyarakat Bali memiliki pergantian jam kerja untuk menyesuaikan Galungan.
Tum adalah salah satu makanan yang dipersiapkan oleh umat Hindu Bali saat Hari Penampahan atau sehari sebelum Hari Raya Galungan. Mirip seperti pepes, daging yang digunakan dalam pembuatan tum biasanya adalah daging babi. Meski begitu, kamu bisa mengkreasikannya dengan menggunakan daging ayam dengan resep yang cukup mudah. “Untuk whole serving, bisa menggunakan 1 ayam yang memiliki berat 1,2 kilogram. Ayam dipotong potong menjadi 14 bagian. Kemudian cuci bersih dan bumbui ayam dengan garam dan merica bubuk secukupnya,” tutur Chef Restoran Pakuwon Hotel Santika Pasir Koja Siswanto saat dihubungi Kompas.com, Selasa (18/2/2020).
Pengrajin arak dan pemilik Warung Sunset Jero Mangku Dalam Suci, akrab disapa Chef Gede Yudiawan mengatakan, tum artinya adalah mengukus. Oleh karena itu, daging yang telah dipotong potong tersebut nantinya akan dibalut dengan daun pisang sebelum dikukus. Menjelang Hari Raya Galungan, umat Hindu Bali saat Hari Penampahan akan sibuk mempersiapkan makanan untuk dihidangkan. Salah satunya adalah lawar dengan bahan utama daging babi. Bila tak mengonsumsi babi, terdapat resep yang dapat kamu coba untuk membuat lawar di rumah dengan menggunakan daging ayam.
"Lawaritu ada dua jenis. Ada lawar putih dan lawar merah. Untuk daging bisa pakai daging apa saja. Lawar versi ayam sama saja, tinggal diganti dengan daging ayam,” Chef Gede Yudiawan. Untuk lawar merah, Yudiawan mengatakan bahwa masyarakat Bali kerap menggunakan darah mentah yang masih segar untuk dicampur dengan parutan kelapa. Namun untuk masyarakat yang tidak ingin menggunakan darah sebagai pewarna lawar, Chef Suasana Restaurant Hendra Kurniawan mengatakan, kamu bisa menggunakan cabai merah atau beet root untuk mewarnai lawar menjadi merah.
Meski lawar memiliki dua jenis yaitu lawar merah dan lawar putih, tetapi bahan baku pembuatannya tidak jauh berbeda. Berbagi makanan antar sesama manusia dalam tradisi ngelawar di Bali memiliki makna lebih dalam dari sekadar kedekatan. Pitana mengatakan, tradisi lawar erat dengan Hari Raya Galungan, namun juga bisa dilakukan saat berkumpul bersama teman dan keluarga.
"(Tradisi lawar) nilainya sangat tinggi dan mengakrabkan. Sebenarnya, saat kumpul bisa tidak usah lawar dan beli makanan cepat saji, tapi nilainya bagi kami beda," kata Pitana saat dihubungi Kompas.com , Jakarta, Jumat (14/2/2020). Pitana menambahkan, tradisi tersebut memiliki makna tersendiri, yakni kedekatan, kebersamaan dan kesetaraan antar manusia yang berpartisipasi dalam lawar. Menurut I Gede Pitana, tradisi ngejot adalah aktivitas pemberian makanan kepada tetangga, baik itu sesama umat Hindu maupun non Hindu.
"Orang Bali itu, untuk tetangga yang non Hindu membuat makanan khusus yang tidak ada daging babinya. Biasanya kita masak daging ayam khusus untuk para tetangga non Hindu seperti tetangga Muslim," kata Pitana. Pitana menuturkan, toleransi masyarakat Bali sangat tinggi. Oleh karena itu, pemberian makanan dalam tradisi ngejot kepada para tetangga masih dilakukan hingga saat ini. Tradisi ngejot dilakukan jika seseorang baru mendapatkan pekerjaan atau mereka memiliki lauk cukup banyak.
Tradisi tersebut bagiann dari berbagi kebahagiaan kepada tetangga. Bahkan, tradisi tersebut kerap disebut sebagai sebuah ikatan kekeluargaan luar biasa karena tidak dibatasi oleh perbedaan keyakinan.