Peneliti Sosial Pusat Penelitian (Puslit) Badan Keahlian Dewan (BKD) DPR RI.), Rohani Budi Prihatin menyebut, angka perokok anak kian memperihatinkan. Ia meminta pemerintah daerah serius untuk membuat perda kawasan tanpa rokok (KTR) dan larangan baliho rokok. "Dari 10 perokok satu diantaranya adalah perokok anak berusia di bawah 18 tahun," kata dia dalam webinar yang digelar Kementerian Kesehatan, Sabtu (29/8/2020).
Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) terbaru, pravelensi merokok pada anak dan remaja 7,2 persen tahun 2013 naik menjadi 9,1 perokok anak. "Angka tersebut jauh dari target RPJMN 2015 2020 yang menargetkan perokok anak turun hingga 5,4 persen 2019," tutur Rohani. Ia mengatakan, kenaikan drastis perokok anak disebabkan oleh iklan promosi dan sponsor sistematis, masif dan terus menerus, yang mengkondisikan anak menjadi perokok pemula.
Selain itu, memperbanyak zona larangan merokok, di sekolah, di kantor, pusat perbelanjaan, tempat ibadah, sampai lingkungan tempat tinggal, juga dapat mencegah anak menjadi korban rokok. "Harusnya dicegah oleh daerah dengan perda KTR (kawasan tanpa rokok) sekaligus perda larangan baliho iklan, seperti kota Depok berani. Yang katanya bisa menurunkan PAD nya (kalau iklan rokok dihentikan), di Depok tidak masalah.Jadi jangan takut sama promosi pihak sebelah," tuturnya Diketahui tahun 2019 ini produksi rokok resmi bercukai mencapai 356 miliar batang dengan jumlah perokok di Indonesia lebih dari 70 juta orang.
Dari laporan sensus penduduk BPS 2020, menunjukan bahwa rokok menjadi komiditi kedua tertinggi dalam komsumsi rumah tangga setelah beras. Jauh diatas pemenuhan komsumsi telur dan daging untuk rumah tangga.